

JAKARTA | SUARA MERDEKA INDONESIA — Ketua Umum Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS), Andi Leo, melayangkan kritik keras terhadap PT Bukit Asam (PTBA) atas dugaan kegagalan dalam pelaksanaan rehabilitasi lahan bekas tambang yang dikelola perusahaan tersebut di wilayah Sumatera Selatan. Rehabilitasi yang mencakup area seluas kurang lebih 20.000 hektar itu diduga kuat tidak berjalan sesuai dengan ketentuan teknis dan regulasi lingkungan hidup.
Temuan ini mencuat berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga pemerhati lingkungan yang dilakukan dalam rentang Maret hingga Mei 2025. Survei tersebut mengungkap fakta bahwa sebagian besar lahan bekas galian tambang dibiarkan rusak, tidak direvegetasi dengan baik, dan menunjukkan minimnya keberhasilan pemulihan ekosistem.
“Dari Maret hingga Mei 2025, kami menerima laporan dari sejumlah lembaga independen yang turun ke lapangan. Temuannya mencengangkan: sebagian besar lahan eks tambang PTBA belum direhabilitasi secara benar. Ini bukan sekadar kelalaian teknis, tapi patut diduga sebagai bentuk pelanggaran terhadap UU Lingkungan Hidup,” ujar Andi Leo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (30/5/2025).
GAASS menyoroti bahwa dalam proses rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS), PTBA tidak melibatkan masyarakat lokal, padahal mereka adalah pihak yang paling terdampak sekaligus memiliki kearifan lokal dalam pengelolaan lahan.
“Tenaga ahli dibayar, tetapi rakyat sekitar dikesampingkan. Kami menduga hal ini dilakukan untuk menghindari pengawasan langsung dari warga. Rehabilitasi ini tidak hanya gagal secara teknis, tetapi juga cacat secara etis dan sosial,” tegas Andi.
Lebih jauh, GAASS mengindikasikan adanya penyimpangan anggaran reklamasi, yang jumlahnya sangat besar namun tidak sebanding dengan kondisi nyata di lapangan. Hal ini membuka ruang dugaan tindak pidana lingkungan dan korupsi anggaran reklamasi.
“Kami curiga anggaran besar untuk reklamasi tidak digunakan sebagaimana mestinya. Jika terbukti, maka ini bisa mengarah pada korupsi berbasis lingkungan. Ini kejahatan ganda merusak alam dan menghilangkan hak masyarakat,” tandasnya.
GAASS pun menunjuk langsung Direktur Utama PT Bukit Asam, sebagai pihak yang harus bertanggung jawab penuh atas dugaan pelanggaran tersebut. Ia didesak segera menjelaskan ke publik mengenai status sebenarnya dari rehabilitasi 20.000 hektar lahan tersebut.
“Kami minta Dirut PTBA, buka data ke publik. Jangan tutupi kebijakan yang merugikan lingkungan dan rakyat. Jika tidak ada transparansi, maka langkah hukum harus dijalankan,” ujar Andi.
Sebagai bentuk keseriusan, GAASS akan melayangkan laporan resmi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan meminta Komisi VII DPR RI memanggil pihak PTBA dalam rapat dengar pendapat terbuka.
“Kejadian ini harus jadi pintu masuk untuk audit menyeluruh terhadap BUMN tambang yang tidak menjalankan tanggung jawab lingkungan. Sumsel bukan tanah buangan industri,” tutupnya dengan nada tegas.