

SUARA MERDEKA INDONESIA, Jakarta – Penjualan aset milik Yayasan Batanghari Sembilan (YBS) di Palembang yang menyebabkan kerugian negara senilai lebih dari Rp11,76 miliar menyisakan satu pertanyaan besar: mengapa Edison, mantan Kepala BPN Palembang tahun 2017 sekaligus Bupati Muara Enim terpilih, hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka?
Pertanyaan ini mencuat dalam pernyataan tajam Andi Leo, pemerhati kebijakan publik yang dikenal lewat kritik-kritiknya terhadap praktik penyimpangan kekuasaan. Dalam keterangannya, Andi menegaskan bahwa posisi Edison terlalu strategis untuk dianggap “tidak tahu” atau hanya sekadar saksi.
“BPN adalah pintu utama dari semua legalitas pertanahan. Mustahil sebuah aset yayasan bisa berpindah tangan secara ilegal tanpa diketahui atau disetujui oleh kepala kantor,” ujar Andi, Selasa (27/05/2025).
Tanah seluas 3.646 meter persegi yang menjadi objek jual beli adalah milik YBS lembaga berbadan hukum sosial/pendidikan. Sesuai dengan UU Yayasan No. 28 Tahun 2004, setiap aset yayasan hanya boleh dialihkan dengan izin pembina yayasan dan/atau pengadilan.
Namun, dalam kasus ini, penjualan dilakukan oleh Usman Goni, seseorang yang tidak tercatat sebagai pengurus sah yayasan, menggunakan surat kuasa yang kini dipermasalahkan keabsahannya. Anehnya, proses balik nama dan sertifikat atas nama pembeli tetap diloloskan oleh BPN Palembang di bawah kepemimpinan Edison.
“Kalau pengurus yayasan asli tidak pernah menyetujui, dan surat kuasa bermasalah, bagaimana BPN bisa menyetujui transaksi itu? Ini celah hukum yang fatal,” tambah Andi.
Dalam pengusutan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka:
• Harobin Mustofa (mantan Sekda Palembang)
• Usman Goni (kuasa penjual)
• Yuherman (mantan Kasi Survei BPN Palembang)
Yang jadi perhatian, Yuherman adalah staf langsung Edison, yang terlibat dalam proses pengukuran ulang tanah sebelum diterbitkan sertifikat baru.
“Kalau staf teknis jadi tersangka, kenapa pimpinannya tidak? Apakah Edison hanya sekadar penonton? Itu logika yang tak bisa diterima,” tegas Andi.
Edison sendiri telah diperiksa selama 5 jam oleh penyidik Kejati pada 10 Februari 2025. Ia menjawab sekitar 20 pertanyaan, dan menyatakan kepada media bahwa “prosedur sudah sesuai data.” Namun hingga kini, belum ada penjelasan rinci tentang bagaimana prosedur cacat bisa diloloskan.
Andi Leo menilai Kejati Sumsel perlu menggali lebih dalam peran Edison, dan tidak ragu menetapkannya sebagai tersangka bila ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang.
Secara hukum, keterlibatan Edison bisa ditelusuri lewat pasal-pasal berikut:
• Pasal 3 UU Tipikor: Penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik,
• Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan jabatan,
• Pasal 55 KUHP: Penyertaan dalam tindak pidana.
Terlebih, Kejaksaan telah menyerahkan aset sitaan tersebut ke Pemprov Sumatera Selatan, menandakan bahwa penjualan memang dilakukan secara melawan hukum.
“Kita tidak bisa terus membiarkan keadilan setengah jalan. Jika Edison tidak diperiksa sebagai tersangka, maka ini akan menjadi preseden buruk bahwa pejabat tinggi bisa lolos dari jerat hukum hanya karena jabatan,”
Kasus penjualan aset Yayasan Batanghari Sembilan bukan hanya perkara hukum, tetapi juga ujian bagi integritas penegakan keadilan di Sumatera Selatan. Publik pantas tahu siapa yang benar-benar berdiri di balik permainan ini. Dan siapa yang sedang diselamatkan. pungkas Andi Leo.