Skandal CSR Bank Indonesia: Jejak Fauzi Amroh, UU Tipikor, dan Ancaman Sanksi Politik

SUARA MERDEKA INDONESIA, Jakarta – Skema penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia kini menjadi sorotan publik, usai munculnya dugaan penyimpangan yang menyeret nama anggota DPR RI dari Partai NasDem, Fauzi Amroh. Dugaan ini menguat setelah Yayasan Safa Mandiri Madani, yang disebut-sebut berafiliasi dengan Fauzi, menerima aliran dana CSR dalam jumlah signifikan untuk kegiatan sosial yang belum sepenuhnya transparan.

Pihak-pihak yang tergabung dalam elemen mahasiswa dan masyarakat sipil mulai angkat suara. Andi Leo, Ketua Umum Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS), menyatakan bahwa temuan awal ini bukan hanya soal etika, tapi berpotensi sebagai pelanggaran hukum berat.

“Ada indikasi kuat penyalahgunaan jabatan publik untuk memperkaya entitas tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Ini bukan sekadar pelanggaran moral, tapi bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi,” kata Andi Leo dalam konferensi pers, Selasa (28/5).

Jika terbukti, Fauzi Amroh bisa dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur hukuman bagi setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara.

Ancaman hukumannya tidak main-main: penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, jika penyalahgunaan itu dilakukan karena jabatannya sebagai anggota DPR RI, maka Pasal 12 huruf i UU Tipikor juga relevan digunakan yang secara khusus menyasar penyelenggara negara yang menerima keuntungan karena pengaruh kekuasaan.

Dugaan keterlibatan Fauzi Amroh tidak hanya berimplikasi hukum, tetapi juga sanksi politik. Jika terbukti melanggar etika sebagai anggota legislatif, maka Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD DPR RI) dapat menjatuhkan sanksi mulai dari teguran keras hingga rekomendasi Pemberhentian Antar Waktu (PAW).

Tak hanya itu, Partai NasDem pun bisa mengambil langkah tegas berupa pencabutan keanggotaan atau penonaktifan jabatan politik, jika Fauzi dinilai mencoreng citra partai.

“Kami menuntut Bank Indonesia membuka seluruh dokumen aliran CSR secara terbuka. Kalau tidak ada pelanggaran, buktikan di depan publik. Tapi jika benar dana negara dipakai untuk kepentingan elite politik, maka tidak boleh ada ampun,” tegas Andi Leo.

Hingga berita ini diturunkan, baik Bank Indonesia maupun Fauzi Amroh belum memberikan keterangan resmi. Sementara itu, berbagai kelompok masyarakat sipil mulai mendesak KPK untuk turun tangan menyelidiki dugaan kolusi dalam proses penyaluran dana CSR tersebut.

Berita Terkait

GAASS Akan Geruduk Kemenag RI, Soroti ...
DPD PGK OKI Gelar Aksi Damai, ...
GAASS : Geruduk KPK RI Desak Usut ...
Menagih Janji 100 Hari Kerja Bupati Musi ...